Gemarnews.com, Pidie - Proses pemugaran diawali dengan menepungtawari serta tahlil, samadiah dan doa bersama yang dipimpin oleh anak kandung Ulama besar kharismatik Aceh Abu Usman Kuta Krueng, yakni Tgk Nurdin Bin Usman Kuta Krueng atau yang akrab disapa di kalangan dayah dengan Ubaiya. Peletakan batu pertama juga dilakukan oleh Ubaiya yang menandakan dimulainya pemugaran makam milik Tgk Chiek Di Simpang.
Ubaiya mengatakan bahwasanya, pemugaran makam Tgk Chiek Di
Simpang berlangsung dengan khidmat berkat izin Allah Swt dan dukungan dari
masyarakat Teupin Raya dan Pidie yang datang langsung ke lokasi untuk melihat
pemugaran makam ulama besar Aceh itu.
"Sesuai harapan khususnya masyarakat Teupin Raya dan
Pidie pada umumnya pemugaran pusara makam ulama Aceh terlaksana dengan izin Allah
dan tercapai dengan apa yang dicita-citakan," kata Ubaiya.
Keuchik Desa Kruet Teumpeun, M Rifky Abdullah, S.Pd,
mengatakan, dirinya mewakili masyarakat Kruet Teumpeun dan Teupin Raya, sangat
mendukung pemugaran makam salah satu ulama besar Aceh tersebut.
Rifki menyebutkan, Tgk Chiek Di Simpang telah meninggalkan
karya-karya besarnya sehingga membuka mata hati masyarakat dan generasi Aceh.
Menurutnya, hal tersebut merupakan cita-cita masyarakat khususnya Desa Kruet
Teumpeun yang telah diwujudkan kini dan dan yang akan datang.
"Kami mendukung upaya pemugaran ini, termasuk memenuhi
kebutuhan dan merawatnya hingga bangunan pemugaran ini selesai," ujarnya.
Ia juga menyampaikan terimakasih kepada para donatur hamba
Allah yang telah membantu pemugaran makam tersebut.
"Semoga Allah meridhai langkah dan perbuatan kita semua
dalam melakukan kegiatan ini," tuturnya.
Pelaksana dan Penanggungjawab jawab pemugaran, Tarmizi A
Hamid atau yang lebih akrab disapa Cek Midi menyampaikan, Tgk Chiek Di Simpang
merupakan salah satu ulama besar Pidie yang sangat aktif menulis dan mengarang
beberapa karya monumental semasa hidupnya pada pertengahan abad 18 Masehi atau
pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dengan Sultan Mansyur Syah (1857-1870
Masehi). Dimana era ini merupakan masa-masa Kerajaan Aceh Darussalam yang sudah
mengalami kelemahan dalam sistem pemerintahannya, tapi Tgk Chiek Di Simpang
dalam kondisi tersebut beliau masih mampu menulis beberapa karya dan petuah
bagi generasi Aceh berikutnya.
Pendiri Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh ini mengatakan, komplek
Makam tersebut merupakan sebuah situs Cagar Budaya yang harus dilindungi dan
dilestarikan keberadaannya.
"Jasad pusara ini adalah seorang Ulama Besar Aceh yang
memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi dan setara dengan guru-guru
pendahulunya," terang Cek Midi.
Karya Literasi Monumental Tgk Chiek Di Simpang
Lebih lanjut Cek Midi menuturkan, Tgk Chiek Di Simpang juga
dianggap sebagai tokoh penting bagi pendidikan pada era Kerajan Aceh Darussalam
sekaligus dikenal sebagai intelektual Islam terkemuka pada era abad 18 Masehi
dan telah melahirkan karya-karyanya, yang sampai hari ini masih bisa dibuktikan
terhadap kandungan keilmuan Islam.
Diantara karya yang ditulis oleh Tgk Chiek Muhammad Khathib
bin Ahmad Khathib Langgien berupa Naskah Kuno (Manuskrip Aceh) yakni, Tariqat
Syatariah, Asraruddin Li Ahlul Musyahadah wal Yaqin, Ziya-ul Wara, Bustanus
Salikin, Mafatih Al Ghuyub bi unillahi al Maliki ma'bud, Kay'usul Muhaqqiqin,
Mi'rajus Salikin, Syifa-ul Qulub, Dawa'ul Qulub dan ada beberapa judul
manuskrip lainnya karya Tgk Chiek Di Simpang hingga saat ini masih dalam
penjajakan keberadaannya oleh Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh milik Tarmizi Abdul
Hamid.
Cek Midi lebih lanjut menjelaskan, menyangkut kekeliruan
ditengah masyarakat Aceh terhadap penulisan sejarah tentang Kitab Lapan ( Kitab
yang memiliki 8 judul karangan, dalam istilah filologi disebut dengan kumpulan
teks), dimana salah satu judul teks pada Kitab Lapan tersebut yakni, Dawa'ul
Qulub juga merupakan karya populer dari Tgk Chiek Muhammad Khathib bin Ahmad
Khathib Langgien.
Ia mengatakan, selama ini yang berkembang ditengah
masyarakat bahwa yang mengarang Dawa'ul Qulub adalah Tgk Chiek Ahmad Khathib
Langgien yang makamnya berada di Langgien - Lueng Putu. Beliau merupakan orang
tua Kandung dari Tgk Chiek Muhammad Khathib bin Ahmad Khathib Langgien, padahal
yang sebenarnya judul teks tersebut ditulis oleh Tgk Muhammad Khathib bin Ahmad
Khathib Langgien atau Tgk Chiek Di Simpang. (*)