Notification

×

Iklan ok

Pentingnya Tanam Bibit Toleransi di Kalangan Milenial

Kamis, 10 Februari 2022 | 21.24 WIB Last Updated 2022-02-10T14:24:53Z


ilustrasi

Oleh: Fathayatul Husna

Gemarnews.com - Milenial, satu kata yang sering digunakan untuk disadurkan pada kalangan muda. sebutan ini semakin familiar terdengar saat gencarnya arus globalisasi.

Di era ini ditandai dengan adanya kemunculan modernitas dan kaum elite. Konsep modern juga melekat pada era anak muda saat ini.

Bahkan, anak muda dijadikan sebagai agent of change dalam berbagai hal dan bidang di era global ini.

Anak muda atau generasi milenial sebetulnya erat kaitannya dengan beberapa karakteristik. Lyons menyebutkan bahwa anak muda cenderung memiliki karakteristik yang sangat majemuk. Mereka hidup dipengaruhi oleh strata ekonomi tertentu dan pola komunikasi tertentu.

Biasanya, generasi ini memiliki sudut pandang dan minat yang homogen di suatu waktu, tetapi juga bersifat heterogen. Namun, generasi milenial ini sangat terbuka dengan isu-isu politik dan ekonomi. Mereka memiliki kemampuan dan daya tangkap informasi yang jauh lebih agresif dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Sehingga, tidak mengherankan jika generasi milenial mendapatkan banyak sekali pujian dari berbagai kalangan karena kemampuan mereka dalam berfikir kritis.

Melihat keaktifan anak muda di berbagai daerah dan di berbagai pusat informasi patut diberikan acungan jempol. Sebagai contoh, tidak sedikit anak muda saat ini terjun secara langsung di bidang politik. Bahkan, ada yang diangkat untuk menduduki staf khusus presiden. Di sisi lain, anak muda juga sudah ramai terjun menggeluti bidang ekonomi. Mereka mulai berbisnis dan membuka usahanya sejak usia belasan tahun. Tidak sedikit juga anak muda mulai mengerti tentang investasi. Gerakan-gerakan seperti ini menandakan bahwa generasi milenial sangat terbuka dengan berbagai jenis topik. Oleh karena itu, anak muda juga pasti memiliki kekuatan yang besar di bidang-bidang lainnya, seperti bidang keagamaan dan isu-isu sosial lainnya.

Sebelum membahas lebih jauh tentang peran milenial, era global menawarkan banyak sekali kemudahan bagi manusia. Di antara ragam kemudahan yang ditawarkan, teknologi menjadi salah satu temuan yang dapat digunakan untuk mentransfer informasi dengan cepat.

Bahkan, teknologi tidak hanya memberikan kebaharuan dalam penyampaian informasi, tetapi juga untuk menyuarakan pendapat-pendapat publik. Sehingga, tidak mengherankan jika data berbasis online sangat diminati banyak kalangan saat ini.

Diantara banyak isu yang dibentuk dan disebarkan melalui teknologi, isu keagamaan turut mendapatkan partisipasi publik di berbagai daerah. Pasalnya, isu keagamaan dinilai memiliki unsur sensitif dan berpeluang besar untuk menghasilkan dua efek, yaitu efek merenggangnya sosial dan menguatnya sosial.

Bagi sebagian kalangan merasa bahwa media sosial dapat digunakan untuk menggiring opini-opini kiri dengan tujuan menjatuhkan isu agama tertentu.

Tujuan yang ingin dibangun adalah adu domba antar pemeluk agama. sedangkan sebagian kalangan lainnya melihat bahwa media sosial berpeluang besar untuk mengembangkan isu keagamaan dan menyatukan antar pemeluk agama satu dengan lainnya. sehingga, tujuan yang ingin dicapai adalah harmonisasi dan perdamaian.

Melihat adanya peluang ‘kiri’ dan ‘kanan’ ini penulis berargumen bahwa perlu adanya perhatian khusus pada setiap pengguna teknologi serperti media sosial, khususnya di tingkat anak muda. Hal ini dikarenakan, anak muda disebut sebagai generasi milenial yang saat ini sangat gencar dan aktif di media sosial. Biasanya, generasi milenial sangat cepat dan tanggap untuk mengikuti banyak trend baru di media sosial. Bahkan, banyak juga yang tidak dapat mengontrol diri untuk menekspos, menciptakan dan mengumbar isu-isu sensitif.

Maka dari itu, generasi milenial menjadi sasaran ‘empuk’ para elite berkepentingan untuk menjalankan dan melancarkan setiap aksi.

Melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak anak muda atau generasi milenial ini untuk lebih aktif dan peduli pada isu-isu media sosial, khususnya pada beberapa topik keagamaan yang biasa ditemukan di media sosial.

Generasi milenial memang memiliki banyak kelebihan dalam memproduksi konten-konten kreatif. Misalnya, terkait isu moderasi beragama, milenial perlu untuk terjun dan menjadi agen dari praktik toleransi beragama. Anak muda perlu mengerti bahwa konteks keagamaan tidak hanya berkaitan dengan praktik sholat dan puasa, tetapi juga tentang bagaimana sebagai seorang yang lain. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi anak muda di era global ini.

Di beberapa daerah mungkin pernah ditemui bahwa anak muda terbiasa mendapatkan teman-teman yang berbeda agama ketika di bangku sekolah, bahkan hidup berdampingan juga sebagai tetangga. Di sisi lain, ternyata banyak yang memiliki saudara berbeda agama.

Nah, pemandangan ini mungkin belum terbiasa dan masih sangat jarang ditemukan di beberapa tempat yang mayoritas penduduknya muslim.

Kecenderungan ini menjadi kunci bahwa hidup saling berdampingan bisa menjadi solusi untuk menyatukan antar umat beragama. Tetapi, anak muda perlu mengambil peran untuk mewujudkan toleransi beragama yang lebih kokoh.

Peran anak muda dalam mewujudkan toleransi beragama antar pemeluk agama-agama yang berbeda dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: pertama, mulai membiasakan diri untuk merangkul dan berteman dengan semua jenis orang tanpa memandang latar belakang sosial yang berbeda, salah satunya adalah tentang perbedaan keyakinan.

Kedua, anak muda dapat menggunakan media sosial untuk menciptakan konten-konten kreatif yang membahas tentang toleransi beragama. Anak muda dapat memposting foto dengan beberapa rekan yang berbeda agama atau membuat potongan-potongan quote untuk diunggah di laman media sosial. Di samping itu, anak muda juga dapat berkolaborasi dengan teman-teman yang berbeda agama untuk saling sharing dan memnciptakan podcast kreatif dan beberapa jenis film pendek sebagai jurus untuk mempersuasi para penonton. Hal ini dapat dilakukan dengan cara yang sangat mudah dengan memanfaatkan fasilitas smartphone dan penggunaan beberapa fitur media sosial.

Salah satu contoh gerakan milenial dalam mewujudkan toleransi beragama dapat dilihat dari akun Gita Savitri.

Ia adalah seorang content creator di Youtube dan sering menjelaskan opininya tetang agama, salah satuunya adalah tentang toleransi beragama. Figurnya sebagai anak muda dan mewakliki milenial Indonesia sangat patut ditiru dan dijadikan inspirasi untuk berperan aktif menciptakan konten-konten toleransi.

Di samping itu anak muda juga dapat membuat program-program sosial kreatif, seperti bakti sossial dengan melibatkan anak muda dari agama yang berbeda. Gambaran ini menjadi salah satu inspirasi untuk menjadikan anak muda leih percaya diri dan tidak minder untuk membangun hubungan dengan orang-orang yang berbeda agama.

Pentingnya milenial mempelajari praktik toleransi sejak usia muda diharapkan akan membawa dampak baik bagi persatuan dan perdamaian antar umat beragama. Pasalnya, mereka akan terdidik dengan memupuk nilai moral, etika dan jalinan sosial yang erat. Proses internalisasi seperti ini secara perlahan akan merangsang dan mengembangkan sikap, kesadaran serta respon aktif untuk peduli akan isu-isu sosial di sekitarnya.

Penulis adalah pegiat media sosial yang sangat tertarik dengan isu-isu sosial, salah satunya adalah isu keberagaman di Aceh. Oleh karena itu, penulis tertarik menulis tulisan ini setelah melihat dan membaca beberapa karya dari Laboratorium Pengembangan Sosial Keagamaan (LABPSA).

Penulis dapat dihubungi melalui kontak fathayatulhusna@gmail.com.

×
Berita Terbaru Update