Notification

×

Iklan ok

INDONESIA DALAM KEBERAGAMAN: BUDAYA DAN AGAMA

Kamis, 24 Maret 2022 | 23.44 WIB Last Updated 2022-03-24T16:50:17Z
Oleh: Fathayatul Husna 

Opini - Indonesia terkenal dengan konsep “bhinneka tunggal ika” yang memiliki arti “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Konsep ini mendeskripsikan bahwa Indonesia sudah terbiasa dengan keberagaman yang dimilikinya. Keberagaman ini tidak hanya mewakili budaya, ras atau suku, tetapi juga mewakili ragam jenis agama yang diyakini oleh penduduknya. Indonesia menunjukkan pada dunia bahwa keberagaman menjadi warna yang saling berdampingan seperti pelangi, semakin ragam jenis warnanya maka akan terlihat semakin indah. Istilah menjadi kunci bahwa apapun latar belakang kehidupan seseorang akan terlihat indah jika saling berdampingan. 

Memang, budaya, ras dan suku menjadi perhatian yang sangat ‘mencolok’ di Indonesia. Perbedaan ini terlihat indah ketika disuguhkan dalam bentuk tradisi, tarian, ragam rasa masakan dan lainnya. Wujudnya terlihat dan dapat diikuti serta dirasakan oleh setiap penduduknya. Bahkan, tradisi budaya ini tidak hanya dirasakan bahagia oleh penduduk Indoneisa, tetapi juga terkenal di kancah internasional. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak turis luar negeri berbondong-bondong ke Indonesia untuk menikmati alamnya, budayanya serta tradisi yang secara turun temurun ada di Indoneisa. 

Ternyata, kentalnya budaya dan tradisi di Indonesia tidak hanya menjadikan warna di Indonesia terlihat indah, tetapi juga perbedaan keyakinan yang dianut oleh setiap penduduk Indonesia. Mayoritas penduduk di Indonesia menganut keyakinan agama Islam. Setiap muslim diperintahkan untuk taat dan patuh pada aturan syariat Islam. Meskipun aturan yang berlaku di Indonesia berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945, hal ini tidak menjadi persoalan bagi umat Islam. Bahkan, dalam aturan Islam memerintahkan setiap muslim untuk taat dan patuh pada setiap aturan yang diatur oleh pemimpin negara. 

Melihat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tidak menutup kemungkinan adanya warga negara Indonesua yang juga memluk keyakian yang lain. Di Indonesia terdapat 6 agama yang telah disepkati bersama, yaitu agama Islam. Katolik, Protestan, Buddha, Hindu dan Konghuchu. Ke enam agama ini diakui secara sah oleh negara dan diperbolehkan untuk memperlihatkan simbol-simbolnya serta atribut keagamaan di ruang publik. Diterimanya ke enam agama ini secara sah tertulis dalam Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama bahwa “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Buddha dan Khong Hu Cu (Konfusius)”. Ke enam agama ini secara sah diberikan kebebasan dan wewenang penuh untuk hadir di publik Indonesia dan setiap warga negara akan direkam secara digital seperti yang tertera pada E-KTP. 

Uniknya, di luar ke enam agama tersebut, Indonesia juga memeberikan perlindungan kepada keyakinan lain. Hal ini tertuang dalam Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Hal ini menjadi acuan dasar bahwa Indonesia adalah tempat di mana setiap warganya diberikan kebebasan dan wewenang penuh untuk memilih menganut suatu keyakinan. Kebebasan ini diberikan perlindungan yang sangat baik oleh pemerintah Indonesia dalam aturan Undang-undang. Sehingga, kebebasan yang ada diatur dengan bijak agar terciptanya tenggang rasa, toleransi dan bersatu dalam harmoni. 

Beragamnya keyakinan agama yang dianut, seharusnya menjadikan Indonesia sebagai negeri percontohan bagi negara-negara yang lain. Di Indonesia, warganya terbiasa hidup berdampingan dan juga terbiasa hidup dalam ragam perayaan hari besar agama. Misalnya, setiap bulan Ramadhan, warga Indonesia biasa disibukkan dengan aktifitas shalat tarawih berjamaah, berpuasa satu bulan penuh dan disambut dengan ngabuburit di sore hari untuk bekal berbuka puasa. Aktifitas ini berjalan dengan sangat indah, setiap warga yang beragama non-muslim diberikan kesempatan untuk ikut menikmati hidangan berbuka puasa. Pun demikian, hari besar agama lainnya juga berjalan aman di Indonesia. Di sisi lain, gejala praktik intoleransi kini tengah ramai terjadi di tengah masyarakat. Praktik ini tidak hanya terjadi pada satu bidang tertentu, seperti profesi pekerjaan, hidup bertetangga, dan sebagainya. Kini praktik intoleransi tengah mewabah pada urusan privasi keagamaan. Ranah ini merupakan ranah yang sangat sentisif karena menyangkut kebebasan memeluk keyakinan tertentu secara individu. Hanya saja, terkadang segelintir masyarakat sangat mudah menyalahkan pemeluk keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Sehingga, wacana mengenai toleransi perlu untuk dikomunikasi dan disosialisasikan secara matang. Merujuk pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa praktik toleransi di Indonesia masih perlu untuk mendapatkan perhatian dan pembinaan lebih mendalam. Data menunjukkan bahwa Tanjung Balai, Sumatera Utara merupakan kota dengan predikat toleransi terendah yaitu 2,81% pada tahun 2018.

 Kemudian disusul dengan kota Banda Aceh yang dinilai masuk dalam kategori kota toleransi terendah. Hal yang mengejutkan adalah Jakarta sebagi ibukota negara Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam kategori toleransi terendah. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan kota Banda Aceh, Sabang justru menempati posisi sebagai kota paling toleransi pada tahun 2018. Melihat konstruksi intoleransi di berbagai wilayah, sejauh ini, praktik toleransi juga semakin digencarkan dan mendapatkan perhatian khusus dari berbagai bidang. Salah satunya, Kementerian Agama mencoba merumuskan berbagai program-program kreatif untuk mewujudkan praktik toleransi di Indonesia.

 Nyatanya, masyarakat di luar negara Indonesia, seperti Australia dan Jerman sangat tertarik untuk mempelajari toleransi beragama di Indnesia, meskipun banyak kasus intoleransi yang tengah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. dilansir melalui laman www.voaindonesia.com dijelaskan bahwa pemerintah Australia ingin mempelajari keberagaman dan toleransi yang dilakukan di Indonesia.

 Oleh karena itu, sebagai penduduk Indonesia yang dipandang telah terbiasa mempraktikkan toleransi dalam keberagaman, sudah seharusnya kita sebagai generasi muda bangsa dapat mengajak masyarakat sedari dini untuk menjaga keutuhan toleransi dan berupaya sekuat mungkin untuk menghilangkan praktik intoleransi. 

 Penulis adalah pegiat media sosial yang sangat tertarik dengan isu-isu sosial, salah satunya adalah isu keberagaman di Aceh. Oleh karena itu, penulis tertarik menulis tulisan ini setelah melihat dan membaca beberapa karya dari Laboratorium Pengembangan Sosial Keagamaan (LABPSA). Penulis dapat dihubungi melalui kontak fathayatulhusna@gmail.com.

Referensi: Hermawati, Rina, dkk.2016. Toleransi Antar Umat Beragama di Kota Bandung. Jurnal Umbara: Indonesian Journal of Anthropolog7 Vol. 1 (2), 103-124. https://katadata.co.id/grafik/2018/12/10/jakarta-kota-intoleran https://www.voaindonesia.com/a/australia-pelajari-toleransi-beragama-di-indonesia-meski-banyak-kasus-intoleransi/4828926.html
×
Berita Terbaru Update