Notification

×

Iklan ok

Media Sosial: “Menyatukan yang Berbeda”

Minggu, 03 April 2022 | 05.44 WIB Last Updated 2022-04-02T22:44:07Z

gambar : okezone.com

Oleh: Fathayatul Husna

Opini - Media Sosial menjadi platform komunikasi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Setiap orang mulai dan merasa “betah” berkomunikasi menggunakan platform ini. Media sosial memiliki segudang manfaat yang tidak ditemukan pada platform komunikasi lainnya.

Telepon seluler dan short message service (SMS) hanya bersifat sementar dan tidak terjangkau ke seluruh pengguna yang berada di luar negara, sedangkan platform media sosial menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi ke berbagai negara hanya dalam hitungan detik. Bahkan, dengan teknologi yang sangat canggih, pengiriman uang pun dapat dilakukan dalam hitungan detik melalui aplikasi di smartphone. 

Media sosial memang unik. Di samping menawarkan kemudahan untuk berkomunikasi, media sosial juga sebagai sarana yang digunakan generasi zaman kini untuk meraup keuntungan. 

Setiap orang dapat menggunakan media sosial untuk berdagang secara online. Mereka akan dengan sangat leluasa menawarkan produk-produknya menggunakan skill komunikasi yang dimiliki. 

Orang lain akan menerima pesan tersebut dan tertarik dengan produk yang diperdagangkan. 

Tidak berhenti sampai di situ, media sosial juga ternyata dapat memantik “api” dan “air”. Artinya, media sosial juga sering menjadi sarana digunakan oleh berbagai pihak untuk menggiring opini ke arah negatif dan tidak sedikit juga yang berbaik hati menghasilkan konten-konten bernilai positif. 

Misalnya, beberapa pihak merasa dirugikan oleh pihak lain dan ia menggunakan media sosial untuk menjatuhkan martabat lawan komunikasi melalui berbagai jenis platform, seperti whatsapp, youtube, instagram, line dan lain sebagainya. 

Hal ini tentu sangat merugikan orang lain dan akan memperbesar masalah  yang seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Di sisi lain, banyak juga pihak-pihak lain yang menggunakan media sosial untuk menyuarakan kebaikan. 

Misalnya, ada banyak anak-anak muda yang membuka donasi bantuan untuk orang-orang fakir miskin, yatim piatu dan anak-anak yang ditelantarkan. Aksi ini mungkin awalnya hanya bergerak dalam lingkup kecil. 

Namun, dengan adanya media sosial aksi ini akan berdampak pada meluasnya informasi. Sehingga, aksi kemanusiaan ini akan secara luas diterima oleh banyak orang melalui media sosial. 

Oleh karena itu, media sosial mungkin bisa dikatakan sebagai 2 fungsi mata pisau yang berbeda. Artinya, dapat dimanfaatkan sebagai sarana negatif atau sarana positif.

Berkaca melalui berbagai permasalahan yang terjadi di dunia dan terutama di Indonesia, banyak kita temukan segala jenis permasalahan di media sosial. 

Permasalahan sosial menjadi persoalan sehari-hari, mulai dari kasus kriminal, inflasi keuangan, berita seputar selebriti hingga berita-berita yang menyinggung ranah toleransi. 

Dari berbagai jenis permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk membahas isu toleransi yang tersebar di media sosial. 

Menurut penulis, permasalahan toleransi ini sangat sensitif. Artinya, berita ini memiliki makna yang sedikit menguras emosi beberapa pihak. 

Terkadang bahasa yang digunakan mengarah kepada perdamaian, namun ternyata berbeda dengan tujuannya. 

Banyak berita-bertia intoleransi kita jumpai di media sosial, misalnya isu tentang kejadian menjelek-jelekkan agama orang lain. 

Agama yang dianut oleh seseorang yang tidak sesuai dengan dirinya akan dijatuhkan dan diberontak dengan kekerasan literasi. Bahasa-bahasa yang digunakan tidak mencerminkan seseorang yang memeluk agama. 

Dengan demikian, hal ini tidak hanya meluas dan menyebar dengan cepat ke berbagai pengguna media sosial, tetapi juga ikut memancing pihak lain yang memiliki sifat yang sama untuk melakukan keburukan yang sama.

Seperti yang telah penulis katakan sebelumnya bahwa media sosial memiliki 2 fungsi mata pisau yang berbeda. 

Ketika seseorang menggunakannya dengan tujuan negatif, maka tugas kita bersama memperbaiki dengan cara menyebarkan konten-konten yang mengemas pesan-pesan positif. Sebelum membuat konten positif berisikan nilai-nilai toleransi, yang perlu kita ketahui dan sadari adalah kita hidup dengan jiwa sosial.

Sebagai manusia, kita tidak mungkin dalam lingkup homogen yang artinya segala jenis keyakinan, pendapat, latar belakang yang sama. Kondisi ini sangat mustahil. Bahkan, orang yang terlahir kembar pun memiliki perbedaan karakter dan sifat. Begitu juga dengan kita sebagai manusia. 

Kita harus menyadari bahwa perbedaan di lingkungan sosial pasti ada, hanya saja kita perlu belajar dan membiasakan diri untuk terbuka dengan segala perbedaan. 

Ketika kita sudah terbiasa dan sadar akan perbedaan, kita dapat menjadi agen yang akan meneruskan kebaikan-kebaikan dari berbagai sarana, salah satunya adalah media sosial. Media sosial mampu menyatukan heterogenitas yang ada. 

Konten-konten yang dibuat dapat mengarahkan penjelasan mengenai fitrah manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda. Selanjutnya, literasi toleransi didesain dengan menggunakan bantuan ragam aplikasi untuk mengahsilkan karya yang lebih epic. 

Konten ini dapat dipubliksikan melalui berbegai jenis platform, seperti whatsapp, instagram, twitter, line, youtube, dan media sosial lainnya. 

Hal ini pasti akan mendapatkan perhatian dari berbagai pengguna media sosial. Dan, secara langsung maupun tidak langsung kita telah menjadi bagian dari aksi perdamaian dunia, yaitu mengkampanyekan nilai-nilai toleransi ke berbagai kalangan.

Ternyata, media sosial menjadikan kita semakin berfikir positif untuk menghasilkan karya-karya yang positif. 

Tidak hanya bernilai positif, kita juga dapat menjadi seorang hereoik yaitu dengan cara menyatukan banyak perbedaan antar berbagai agama, etnis ras, suku dan golongan. Aksi ini patut diberikan acungan jempol karena telah berusaha menggunakan media sosial ke arah yang penuh dengan kebaikan.

Penulis adalah pegiat media sosial yang sangat tertarik dengan isu-isu sosial, salah satunya adalah isu keberagaman di Aceh. Oleh karena itu, penulis tertarik menulis tulisan ini setelah melihat dan membaca beberapa karya dari Laboratorium Pengembangan Sosial Keagamaan (LABPSA). Penulis dapat dihubungi melalui kontak fathayatulhusna@gmail.com.

×
Berita Terbaru Update