Notification

×

Menyambut Hari Jadi Ayah, Fazlurrahman: "Ketika Cahaya Itu Bernama Ayah”

Kamis, 13 November 2025 | 18.36 WIB Last Updated 2025-11-13T11:36:16Z

Menyambut Hari Jadi Ayah, Fazlurrahman: "Ketika Cahaya Itu Bernama Ayah”

GEMARNEWS.COM - Setiap tanggal 12 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Ayah Nasional


Sebuah momentum yang lahir dari niat sederhana: mengingat kembali sosok yang kerap bekerja dalam diam, ayah. 


Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, peran ayah sering tertutupi oleh simbol kasih ibu yang lebih ekspresif. 


Padahal, dalam Islam, kasih ayah memiliki kedalaman tersendiri: tegas, tenang, namun penuh makna spiritual.


Hari Ayah bukan sekadar tanggal peringatan. Ia adalah momen refleksi tentang tanggung jawab, cinta tanpa pamrih, dan doa yang tak pernah terucap keras. 


Dan jika kita menyimak pandangan para ulama, maka akan tampak betapa Islam menempatkan ayah sebagai sosok mulia, penjaga keluarga, guru pertama, dan pembimbing menuju ridha Allah.


*Ayah dalam Cahaya Al-Qur’an*


Al-Qur’an berulang kali menegaskan pentingnya berbakti kepada kedua orang tua, tanpa membeda-bedakan antara ibu dan ayah. 


Salah satu ayat yang paling sering dikutip adalah firman Allah dalam Surah Al-Isra [17]: 23: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua.”


kalimat “wa bil-wālidayni ihsānā” bukan hanya perintah moral, tapi perintah ilahi. Kata ihsan bermakna berbuat baik dengan cara terbaik, penuh kelembutan, penghormatan, dan cinta. 


Menurut Imam Al-Qurthubi, ayat ini adalah perintah mutlak, berlaku bahkan jika orang tua berbeda keyakinan atau pernah berbuat salah kepada anaknya.


Islam menempatkan ayah dan ibu secara seimbang dalam kemuliaan, meski bentuk kasih keduanya berbeda. 


Jika ibu melahirkan dengan air mata, ayah membesarkan dengan keringat. 


Jika ibu dikenal dengan kasih yang lembut, maka ayah dikenal dengan kasih yang tegas namun diam-diam dalam doanya.


*Pandangan Ulama: Cinta dan Tanggung Jawab*


Imam Asy-Syafi‘i dalam Al-Umm menulis bahwa berbakti kepada orang tua adalah amal saleh yang paling utama setelah salat wajib. 


Baginya, cinta kepada orang tua tidak berhenti pada ucapan terima kasih, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata: menghormati, menafkahi, dan mendoakan.


Beliau juga menegaskan bahwa kewajiban berbakti tidak berakhir dengan kematian. Anak masih dapat berbakti dengan: Mendoakan ayah dan ibu, Melanjutkan silaturahmi kepada sahabat mereka, Melunasi hutang atau nazar mereka, Dan bersedekah atas nama keduanya.


Sementara itu, Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menulis dengan indah: “Ibu adalah sebab keberadaanmu, dan ayah adalah sebab keberlangsungan hidupmu. 


Maka, berbuat ihsan kepada keduanya adalah bentuk syukurmu kepada Allah atas nikmat kehidupan.” 


Dalam pandangan beliau, ayah adalah simbol “Qawwam” pemimpin, pelindung, dan pendidik spiritual. 


Seorang ayah mungkin tidak menimang anak setiap hari, tetapi ia menanggung beban doa setiap malam. 


Ia mungkin tidak banyak bicara, tetapi setiap langkah kerjanya adalah wujud kasih yang sunyi.


*Tanggung Jawab Anak Saat Ayah Masih Hidup*


Berbakti kepada ayah bukan hanya perkara menghormati, tapi juga mengerti tanpa harus diminta. 


Ketika ayah masih hidup, anak wajib: Menjaga tutur kata, Tidak membantah dengan nada tinggi, Membantunya dengan harta dan tenaga, Dan yang terpenting: mendoakannya setiap hari.


Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah bergantung pada kemurkaan orang tua.” (HR. Tirmidzi).


Dalam hadis lain, beliau menegaskan: “Seorang anak tidak dapat membalas jasa orang tuanya, kecuali jika ia mendapati keduanya dalam keadaan budak lalu membelinya dan memerdekakannya.” (HR. Muslim). 


Betapa besar nilai orang tua, hingga Rasulullah menggambarkan mustahilnya seorang anak membalas jasa ayah dan ibu. 


Maka, selagi ayah masih di sisi kita jangan biarkan waktu berlalu tanpa sapaan lembut, tanpa doa, tanpa kehadiran.


*Jika Ayah Telah Tiada*


Kematian tidak menghapus cinta. Dalam Islam, berbakti setelah orang tua wafat tetap bernilai tinggi di sisi Allah. 


Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Nabi ﷺ:

“Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada orang tua setelah mereka meninggal?” Rasul menjawab: “Ya, dengan mendoakan mereka, memohonkan ampunan, menunaikan janji mereka, menyambung silaturahmi dengan kerabat mereka, dan menghormati sahabat-sahabat mereka.” (HR. Abu Dawud)


Dari hadis ini, jelas bahwa doa anak adalah hadiah paling berharga bagi orang tua di alam barzakh. Setiap kali kita membaca “Allahummaghfirlahu warhamhu” untuk ayah kita, sesungguhnya itu cahaya yang sampai ke kuburnya. 


Imam Nawawi bahkan menyebut bahwa doa anak saleh adalah sedekah yang tidak pernah putus. Maka, ketika ayah telah tiada, ziarah, doa, dan amal jariyah atas namanya menjadi bentuk kasih sayang yang terus hidup.


*Refleksi Hari Ayah: Antara Dunia dan Doa*


Hari Ayah Nasional seharusnya tidak berhenti pada unggahan foto atau ucapan di media sosial. Ia harus menjadi momentum spiritual menghidupkan kembali kesadaran tentang peran ayah yang sering terlupakan. 


Dalam keluarga modern, banyak anak lebih dekat dengan ibu dan menjadikan ayah sekadar simbol otoritas. Padahal, dalam pandangan Islam, ayah adalah penentu arah keluarga. Ia yang menanam nilai, menjaga iman, dan menanggung dosa jika keluarganya tersesat.


Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Tahrim [66]: 6: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Ayat ini adalah panggilan langsung bagi para ayah untuk tidak sekadar mencari nafkah, tapi juga menuntun keluarganya menuju surga. 


Dan bagi anak, ayah bukan sekadar sosok yang patut dihormati, tetapi pintu keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Kasih yang Bekerja dalam Diam Sosok ayah sering tak banyak bicara, tapi keringatnya adalah doa yang mengalir.


 Ia mungkin tak pandai mengekspresikan kasih sayang, tapi setiap langkahnya adalah bukti cinta yang nyata. Sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali: “Jangan pernah menunda berbuat baik kepada orang tuamu, karena engkau tidak tahu siapa yang akan pergi terlebih dahulu, engkau atau mereka.”


Ayah bukan hanya sosok di masa kecil kita. Ia adalah bagian dari perjalanan iman yang akan terus kita kenang. 


Maka, peringatan Hari Ayah adalah panggilan untuk merenung, bersyukur, dan memperbaiki hubungan dengan sosok yang mungkin tidak sempurna, tapi sangat berjasa.


*Menutup dengan Doa dan Kesadaran*


Pada akhirnya, cinta anak kepada ayah menemukan puncaknya dalam doa, “Ya Allah, ampunilah ayah kami, sebagaimana ia telah berlelah menjaga kami dengan kasih dan tanggung jawab. 


Jadikan keringatnya menjadi cahaya di alam kubur, dan tempatkan ia di sisi-Mu dengan penuh rahmat.”


Hari Ayah bukan sekadar mengenang, tetapi meneguhkan nilai birrul walidain yaitu berbakti kepada orang tua sebagai bentuk iman dan syukur. 


Karena di balik kesuksesan setiap anak, selalu ada seorang ayah yang mungkin tak sempat dipuji, tapi diam-diam berdoa agar anaknya bahagia.

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update