Dok. foto Penulis : Abdul Mugni
GEMARNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Bencana yang melanda Sumatera saat ini bukan hanya menghadirkan kerusakan fisik, tetapi juga meninggalkan luka kolektif yang mendalam dalam kesadaran masyarakat. Hampir seluruh kabupaten dan kota berada dalam kondisi darurat: rumah-rumah hanyut, jalan-jalan terputus, jembatan-jembatan roboh, dan ribuan warga hidup dalam ketidakpastian di tenda-tenda pengungsian.
Dalam situasi memprihatinkan ini, penulis Abdul Mugni, warga Kota Lhokseumawe, menyampaikan pandangannya bahwa persoalan terbesar bukan hanya soal bencana alam itu sendiri, melainkan sejauh mana nilai kemanusiaan menjadi pusat dalam setiap upaya penanganan.
Menurut Mugni, dari sisi disaster governance, bencana ini menjadi cermin dari kesiapan negara dan ketangguhan sosial masyarakat. Beban berat yang dihadapi pemerintah daerah dalam menghadapi kerusakan yang terjadi hampir serentak di berbagai wilayah menunjukkan bahwa skala bencana telah melampaui kapasitas penanganan daerah.
Dalam konteks kemanusiaan, Mugni menekankan bahwa negara dituntut hadir secara penuh. Ia menguraikan sejumlah langkah fundamental yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk mengembalikan martabat, keselamatan, dan keberlanjutan hidup masyarakat. Langkah-langkah tersebut bukan hanya bersifat teknis, melainkan merupakan wujud dari tanggung jawab moral dan konstitusional negara terhadap warganya.
Langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Pencarian dan penyelamatan korban secara masif.
2. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat (makanan, air bersih, pakaian, tempat tinggal sementara, obat-obatan).
3. Pemulihan trauma psikologis, terutama pada anak-anak.
4. Pembersihan lumpur dan puing-puing di jalan utama agar akses transportasi kembali lancar.
5. Pembangunan kembali rumah warga yang hanyut dan hancur.
6. Perbaikan seluruh jembatan yang putus dan jalan-jalan yang rusak.
Melalui langkah-langkah tersebut, Mugni meyakini bahwa pemerintah dapat menunjukkan bahwa kemanusiaan bukan sekadar wacana, melainkan komitmen nyata. Ia mengingatkan bahwa tragedi di Sumatera adalah pengingat bahwa negara tidak boleh hadir setengah hati. Tanggung jawab moral dan politik untuk melindungi rakyat harus dijalankan sepenuhnya, tanpa menunggu status administratif yang sering kali memperlambat respons.
"Pada akhirnya, sejarah tidak akan mengingat seberapa dahsyat bencana yang terjadi, tetapi seberapa cepat dan tulus negara merespons penderitaan rakyatnya," pungkas Mugni. Ia menegaskan bahwa dalam setiap air mata yang jatuh di tengah lumpur, dalam setiap jeritan minta tolong dari wilayah terisolasi, terdapat satu pesan yang sama: kemanusiaan harus menjadi prioritas sekarang, besok, dan seterusnya.
Penulis: Abdul Mugni, Warga Kota Lhokseumawe