Notification

×

Iklan ok

Data dan Pencegahan Stunting di Provinsi Aceh

Sabtu, 13 Mei 2023 | 01.11 WIB Last Updated 2023-05-12T18:11:38Z
Oleh : REDALI.S.ST
MAHASISWA MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN USK


GEMARNEWS.COM - OPINI - Hampir 78 Tahun Indonesia merdeka dari penjajahan belanda yang sebentar lagi akan kita peringati, tetapi republik ini masih mempunyai 24,4 persen anak-anak yang mengalami stunting bahkan mungkin masalah gizi lainya.  Percepatan penurunan prevalensi stunting harus segera di tuntaskan sesuai target nasional 14% di tahun 2024. 

Salah satu upaya pemerintah dalam upaya penurunan stunting adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan.

WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). 

WHO (2015) menyebut stunting adalah kondisi terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak yang dipengaruhi oleh kurangnya asupan gizi  dalam jangka waktu lama, masalah tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan anak, yang biasanya ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dibanding standar usianya. 

Dampaknya, anak-anak yang mengalami masalah stunting akan memiliki kemampuan kognitif, motorik, dan intelektual yang rendah, serta daya tahan tubuh rentan sehingga mudah terserang penyakit, hal ini kalau di biarkan akan menyebabkan menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada umumnya. 
Data SSGI 2022.

Berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) kementerian kesehatan tahun 2022, bahwa jumlah prevalensi balita yang mengalami stunting di Aceh yaitu  31,2% hal ini merupakan prevalensi balita stunting tertinggi kelima di Indonesia pada tahun 2022. Walaupun hanya mampu memangkas angka balita stunting sebesar 2 poin dari tahun sebelumnya 33,2% pada survey SSGI  tahun 2021.

Prevalensi stunting di Aceh tergolong buruk, karena melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Sedangkan target nasional di tahun 2024 mendatang angka stunting di Indonesia turun ke 14%. dimana prevalensi stunting secara nasional mencapai 21,6% pada tahun 2022 dan 24,4% di tahun 2021. 

Angka ini turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya, hal ini berarti untuk menurunkan angka stunting 14% nasional di tahun 2024 perlu penurunan secara rata-rata sebesar 3,8% per tahun, sedangkan di aceh hanya mampu memangkas 2 poin dari tahun sebelumnya,  mampukah pemerintah aceh menurunkan angka stunting 31% ke angka 14% di tahun 2024 sangat menarik untuk melihat perkembangan stunting di indonesia dan aceh khususnya  di mana pemerintah pusat menganggarkan Rp 44,8 triliun untuk percepatan pencegahan stunting pada tahun  2022. 

Data Stunting Aceh Study Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022

Berdasarkan wilayahnya, terdapat 12 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki prevalensi balita stunting di atas rata-rata provinsi, kemudian 11 kabupaten/kota lainnya di bawah angka rata-rata. Kota Subulussalam merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting  tertinggi di Aceh pada 2022, yakni mencapai 47,9%. Angka ini melonjak 6,1 poin dari 2021 sebesar 41,8%. 

Kabupaten Aceh Utara menempati peringkat kedua di Aceh dengan prevalensi balita stunting sebesar 38,3%. Posisi ketiga disusul oleh Kabupaten Pidie Jaya dengan prevalensi balita stunting 37,8%. Sedangkan daerah dataran tinggi gayo Kabupaten Bener Meriah, 37,0% dan Kabupaten Aceh Tengah 32,0% di tahun 2022, daerah ini mengalami sedikit penurunan dari tahun 2021, 34,3% Kab Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah 40,0% selain itu Prevalensi balita stunting terendah berada di Kabupaten Aceh Jaya, yakni 19,9%. 

Lalu Kota Banda Aceh menempati peringkat ke-19 di provinsi ini dengan angka balita stunting 25,1%. Penurunan stunting bisa diacungin jempol karena penurunan stunting yang diharapkan 3% namun hanya 2,8% hal ini dikarenakan terjadinya Wabah Covid19 pada waktu itu, penurunan prevalensi stunting dibutuhkan langkah kongkrit dan terukur dengan program yang menyentuh hilir yaitu anak dan remaja putri serta keluarga stunting khususnya, sehingga stunting baru tidak muncul kembali.  

Penyebab stunting 

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak bisa di rubah lagi, serta tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. 

Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada di dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun. Adapun penyebab terjadinya stunting yaitu ; Kekurangan gizi adekuat yang berlangsung dalam waktu yang lama, Pola Asuh Kurang Efektif, Pola Makan yang salah, tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Gangguan Mental dan Hipertensi Pada Ibu, Sakit Infeksi yang Berulang, Faktor Sanitasi yang tidak baik, 

Masa keemasan (Golden Age) 

Pada masa usia anak-anak di bawah lima tahun adalah masa-masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Pada masa tersebut anak-anak akan menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam lama dalam memorinya. Hal ini akan menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan datang. 

Sehingga pada masa tersebut sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi yang cukup serta stimulus atau rangsangan komunikasi, dan perilaku yang benar dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya. Apabila pemberian gizi dan stimulus komunikasi dan karakter tersebut tidak cukup, maka anak tersebut bisa mengalami perlambatan pertumbuhan atau stunting, berat badan, tinggi badan, dan kemampuan motorik dan sensoriknya lebih rendah dari anak-anak lain pada usianya.   

UNICEF pada tahun 2010, menyampaikan beberapa fakta terkait dengan stunting dan pengaruhnya, yaitu: 
Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi badan normal Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual.

Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat prestasi belajar serta produktivitas menurun sebesar 20-30 persen, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan, ekonomi dan lainnya.

Stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Pencegahan Stunting

Tindakan promotif dan pereventif pencegahan stunting tentu lebih bijak dilaksanakan oleh semua pihak dilingkunganya, terutama kepada balita, remaja putri dan pasangan usia muda terhadap kemungkinan terjadinya stunting dalam upaya pencegahan stunting baru muncul lagi.  daripada harus melakukan upaya penanganan setelah stunting itu terjadi. Biaya pencegahan stunting tentu lebih murah dan dampaknya tentu akan lebih terkendali, apabila sudah terjadi stunting. 

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting yaitu memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, Beri Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) memantau tumbuh kembang anak, selalu jaga kebersihan lingkungan. 

Apabila dilihat dari penyebab dan ciri-ciri terjadinya stunting, maka hal tersebut adalah berkaitan dengan masalah mendasar yang bisa terjadi pada masyarakat atau negara berkembang. Berkaitan dengan kecukupan gizi atau nutrisi pada masyarakat, terutama pada ibu hamil dan balita, serta ada kaitannya dengan pola hidup sehat, seperti tersedianya sanitasi yang layak (sarana mandi, cuci, kakus atau toilet) dan ketersediaan air bersih. 

Adapun yang menjadi kendala dalam percepatan pencegahan stunting menurut Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yang dikeluarkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan stunting  adalah  belum efektifnya program-program pencegahan stunting yang pada saat ini masih bersifat sosialisasi dan koordinasi serta regulasi saja.

serta belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua tingkatan terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan, dan pemantauan dan evaluasi selain itu edukasi kesehatan dan gizi kepada remaja putri sejak dini segera dilakukan terutama dalam pemberian tablet Fe dan pendidikan gizi secara berkesinambungan dan pendampingan dengan pihak terkait. 

Selain itu kegiatan atau usaha untuk merubah perilaku masyarakat dari sikap gaya hidup yang tidak sehat menuju gaya hidup sehat merupakan pekerjaan yang besar. Tidak cukup hanya dengan diberikan ceramah atau sosialisasi, tetapi juga harus sampai kepada tingkat kesadaran diri untuk menerima dan menjalankan perilaku hidup sehat. Perlu ada contoh atau keteladanan dari tokoh masyarakat, dan perlu adanya orang terdekat yang bisa mengingatkan apabila tidak dilaksanakan.

Hal ini tentu tidak bisa dilaksanakan dalam waktu singkat. Maka sudah sewajarnya apabila upaya percepatan pencegahan stunting menjadi program nasional yang digerakan oleh pimpinan nasional dari Presiden, Pimpinan Daerah hingga pemimpin tingkat Kepala desa atau kelurahan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Menurut penulis sendiri, mengingat kegiatan ini menggunakan dana yang tidak sedikit, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaannya, agar dapat terlaksana secara akuntabel dan tepat guna. 

Jangan sampai ada penyelewengan atau korupsi terhadap anggaran pencegahan stunting. 
Menurut hemat saya, aksi nyata percepatan dalam penurunan prevalensi stunting di Aceh perlu perhatian serius dari semua pihak yang terkait sesuai dengan  Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 yaitu Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan. terutama dalam hal delapan aksi kovergensi stunting,  validasi data dan  intervensi gizi spesifik dan sensitif di Aceh sehingga target nasional penurunan stunting 14% tahun 2024 dapat tercapai. []
×
Berita Terbaru Update