Notification

×

Menggerakkan Masjid Muhammadiyah Hijau: Dari Ibadah Menuju Aksi Nyata untuk Lingkungan dan Sosial

Sabtu, 07 Juni 2025 | 18.21 WIB Last Updated 2025-06-07T11:21:16Z



GEMARNEWS.COM, YOGYAKARTA - Ruang Aula Gedoeng Muhammadijah di Jalan KH Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta hari itu dipenuhi semangat dan percakapan hangat. Para pengurus takmir dari berbagai daerah duduk berdampingan, berbagi pengalaman dan harapan. Mereka datang dengan antusias, membawa semangat perubahan: menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat solusi atas persoalan lingkungan dan sosial yang makin mendesak.


Komitmen ini diusung oleh Eco Bhinneka Muhammadiyah bersama Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCRPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam kegiatan Lokakarya Green Masjid bertajuk “Membangun Sinergi untuk Mewujudkan Masjid yang Ramah bagi Kehidupan dan Kelestarian Alam”, yang digelar pada 28 Mei 2025 di Yogyakarta.


Kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif untuk mengembangkan peran masjid sebagai ruang bersama yang inklusif, adaptif terhadap isu-isu kontemporer, dan peduli terhadap lingkungan. Gagasan ini sejalan dengan slogan LPCRPM, “Apa pun masalahnya, Masjid adalah solusinya”, yang menekankan pentingnya menjadikan masjid sebagai poros solusi berbagai tantangan umat, termasuk krisis iklim dan degradasi lingkungan.


Tiga tujuan utama lokakarya ini meliputi: pertama, membangun pemahaman bersama mengenai konsep green masjid, termasuk konservasi air, pengelolaan sampah, penghijauan, serta energi bersih untuk menurunkan emisi karbon; kedua, mendorong sinergi antara LPCRPM dan pegiat masjid dari berbagai daerah; dan ketiga, merancang program konkret yang dapat diterapkan di masjid masing-masing dalam bidang lingkungan dan efisiensi energi.


Masjid Sebagai Pusat Penguatan Komunitas dan Ketangguhan


Budi Setiawan, Ketua Lembaga Resiliensi Bencana/Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah, menegaskan bahwa masjid memiliki peran strategis sebagai pusat penguatan komunitas, bukan hanya tempat ibadah. “MDMC pernah bergandengan tangan dengan LPCR dalam pelatihan Masjid Tangguh Bencana. Ini menunjukkan bahwa masjid juga berfungsi dalam membangun ketangguhan masyarakat, terutama saat krisis,” ujarnya.


Ia juga mengapresiasi kolaborasi antara Eco Bhinneka dan LPCR dalam mendorong masjid yang bersih dan peduli lingkungan, yang menurutnya sejalan dengan semangat Muhammadiyah menjadikan masjid sebagai tempat yang nyaman secara fisik dan menenangkan secara spiritual.


Masjid Sebagai Pusat Budaya, Pendidikan, dan Peradaban Islam


Ahmad Dahlan Rais, Ketua PP Muhammadiyah, menyatakan bahwa lokakarya ini sangat tepat dan bermanfaat karena mengangkat isu krusial seperti kebersihan, ketertiban, dan pelestarian lingkungan. “LPCR berkomitmen bahwa masjid harus menjadi pusat budaya dan peradaban Islam di masa depan,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat pendidikan, kegiatan ekonomi, dan gerakan lingkungan. Mengutip firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 41, “Kerusakan di darat dan laut adalah akibat perbuatan tangan manusia, sehingga perbaikan harus dimulai dari kesadaran spiritual dan tindakan nyata,” ucapnya.



Dahlan Rais juga mengingatkan risiko serius perubahan lingkungan yang mengancam banyak daerah dan mengutip Mahatma Gandhi, “Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua manusia, tetapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan satu manusia.” Ia menegaskan bahwa masjid harus menjadi titik awal perubahan, tempat merawat manusia dan lingkungan sesuai dengan semangat Muhammadiyah sebagai gerakan amal, ilmu, dan tajdid.


Menghidupkan Kembali Masjid sebagai Jantung Gerakan Muhammadiyah


Ketua LPCRPM PP Muhammadiyah, Jamaludin Ahmad, menekankan pentingnya menghidupkan kembali masjid sebagai jantung gerakan Muhammadiyah. “Masjid bukan hanya tempat ibadah ritual, tapi pusat gerakan, percontohan, dan pemberdayaan,” ujarnya.


Ia menyoroti konsep Green Masjid sebagai salah satu gagasan kunci dalam Pedoman Tata Kelola Masjid Muhammadiyah, yang menekankan nilai kepedulian dan keseimbangan, tidak hanya terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan jamaah. 


Dalam implementasinya, masjid didorong untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Lazismu, LRB, dan Bank Indonesia dalam pengembangan masjid mandiri ekonomi. “Kita harus malu jika masjid hanya ramai saat salat Jumat atau tarawih, tapi sepi dari kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan,” tegasnya.


Fikih Air dan Konservasi dalam Islam


Ustadz Ali Yusuf dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa fikih air adalah bagian dari pemikiran progresif Muhammadiyah dalam merespons krisis lingkungan dan air. “Air bukan sekadar kebutuhan teknis, tapi bagian dari nilai syariah yang mencerminkan keadilan, efisiensi, dan keberlanjutan,” ujarnya.


Ia menekankan bahwa etika penggunaan air dalam Islam sangat ketat, bahkan Nabi Muhammad SAW berwudhu hanya dengan satu mud, sekitar 0,88 liter air. Prinsip ini perlu diterapkan dalam pengelolaan masjid, misalnya dengan keran hemat air dan edukasi kepada jamaah.


Pandangan ini diperkuat oleh Maya, pakar dari sektor korporasi. “Konservasi air bukan hanya isu lingkungan tetapi juga strategi keberlanjutan lintas sektor, mulai dari hulu seperti sungai dan muara, hingga ke hilir seperti rumah tangga dan tempat ibadah,” ujarnya. Menurut Maya, masjid memiliki potensi besar sebagai simbol keberlanjutan jika mampu mengelola air secara bijak, melalui reuse air wudhu, pemanenan air hujan, serta pembiasaan perilaku hemat air bagi jamaah.


Masjid Sebagai Pusat Solusi Krisis Air Bersih


Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah dan Direktur Program 1000 Cahaya, menekankan bahwa masjid harus menjadi pusat solusi atas persoalan lingkungan, khususnya krisis air bersih. Berdasarkan survei terhadap 12 masjid, ia menemukan bahwa meskipun banyak yang mengklaim ramah terhadap lingkungan, disabilitas, dan anak, implementasinya masih jauh dari memadai. “Masjid sudah banyak yang punya niat menjadi green masjid, tapi belum punya indikator dan praktik yang terukur,” ujarnya.


Ia menyoroti bahwa air wudhu—yang sejatinya merupakan air layak konsumsi—masih sering terbuang tanpa pemanfaatan lanjutan, sebuah tanda rendahnya kesadaran atau bahkan sikap kufur nikmat terhadap karunia air.


Sebagai Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP 'Aisyiyah, Hening mendorong agar masjid menjadi pusat edukasi masyarakat tentang konservasi air. Masjid juga diajak memanfaatkan air bekas wudhu untuk keperluan non-ibadah, memasang keran hemat air, serta mengadopsi teknologi ramah lingkungan seperti panel surya. “Tujuan akhirnya adalah menjadikan masjid sebagai pusat peradaban yang ramah lingkungan—bukan hanya tempat ibadah, tapi juga ruang pembelajaran, inovasi, dan perubahan sosial menuju keberlanjutan,” tegasnya.


Pengalaman Nyata Masjid Al Muharram Brajan dalam Gerakan Eco-Masjid


Ananto Isworo dari Masjid Al Muharram Brajan, Yogyakarta, memaparkan pengalaman konkret bagaimana masjid dapat menjadi pelopor gerakan lingkungan melalui program Eco-Masjid yang telah dijalankan sejak 2013. Salah satu terobosannya adalah penggunaan panel surya untuk mengatasi pemadaman listrik yang kerap terjadi hingga sepuluh kali sehari.


“Kami berpikir bahwa energi terbarukan lebih ramah lingkungan dan dapat menghemat penggunaan energi fosil. Semakin banyak kita menggunakan listrik konvensional, semakin besar pula kontribusi kita terhadap kerusakan bumi,” ungkap Ananto.


Masjid ini juga dikenal luas melalui tujuh program unggulan seperti sedekah sampah, penghijauan, arsitektur ramah lingkungan, konservasi air wudhu, dan masjid ramah anak serta difabel.

Bahkan, keberhasilan program ini menarik perhatian media internasional seperti The New York Times dan France24. “Peran tokoh agama sangat penting dalam menyampaikan pesan lingkungan kepada masyarakat, dan masjid harus menjadi pusat peradaban yang bukan hanya menenangkan secara spiritual, tapi juga berkontribusi aktif pada isu-isu global dan ekologis,” pungkasnya.


Adapun Lokakarya Green Masjid ini diikuti oleh pengurus takmir dari 16 masjid Muhammadiyah, yaitu Masjid Djuanda (Sragen), Masjid Daarussalam (Kudus), Masjid Mujahidin (Semarang), Masjid Umar bin Khattab (Bantul), Masjid Nurul Huda (Wonogiri), Masjid Ahmad Dahlan PCM Banguntapan Selatan (Yogyakarta), Masjid Mussanif Tabligh Institute (Yogyakarta), Masjid Mangundimejan (Surakarta), Masjid Mujahidin PRM Gunungpring (Muntilan, Jawa Tengah), Masjid Mujahidin (Pandeglang), Masjid Arrahman (Cikarang), Masjid Baiturrohim (Lamongan), Masjid Al Hidayah (Mojokerto), Masjid Al Fatah (Tulungagung), Masjid Baitul Mukhlisin (Ponorogo), dan Masjid Supangat (Tuban).

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update