Notification

×

Revitalisasi Sekolah di Aceh Tak Boleh Lagi Mangkrak

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 11.15 WIB Last Updated 2025-10-11T04:15:18Z


 

GEMARNEWS.COM, BANDA ACEH - Revitalisasi sekolah di Aceh menjadi sorotan publik pada tahun 2025 karena adanya temuan dugaan pungutan liar (pungli) dan kekhawatiran bahwa proyek tersebut akan kembali mangkrak. Sejumlah pihak, termasuk tokoh masyarakat dan aktivis, menekankan pentingnya pengawasan agar anggaran yang besar tidak disalahgunakan dan proyek dapat selesai tepat waktu. 

Meskipun tidak ada wawancara eksekutif tunggal yang membahas semua aspek secara mendalam, berbagai pernyataan dari pejabat dan organisasi pendidikan memberikan gambaran sikap mereka terhadap isu revitalisasi sekolah di Aceh. (10/10/2025)

 

Berikut wawancara eksekutif bersama Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinam Wilayah Muhammadiyah Aceh, Dr. H. Iskandar Hasibuan. M. Pd. "

 

Agus

Publik tentu ingin tahu. Banyak proyek revitalisasi sekolah di Aceh sebelumnya tak berumur panjang, bahkan ada yang mangkrak. Dari sisi teknik dan tata kelola, apa sebenarnya akar masalahnya?

 

Iskandar Muda Hasibuan (IMH):

Kalau mau jujur, akar persoalannya bukan sekadar soal dana atau niat baik, tetapi sistem teknis dan manajemen mutu yang tidak terintegrasi. Banyak proyek kita selama ini lebih cepat dimulai daripada disiapkan.

Bayangkan, ada sekolah yang dibangun tanpa uji tanah, padahal karakter geoteknik Aceh sangat beragam—dari tanah pesisir yang lunak hingga area pegunungan dengan lapisan keras. Akibatnya, baru dua tahun berdiri, kolom retak, lantai turun. Itu bukan takdir, melainkan konsekuensi dari desain yang tidak berbasis data teknis.

 

Agus

Jadi, ketika pemerintah mengatakan revitalisasi sekolah di Aceh “dipastikan tidak akan mangkrak,” dari sudut pandang seorang ahli struktur, bagaimana kepastian itu bisa diwujudkan?

 

IMH:

Kepastian itu tidak boleh dimaknai sebagai janji politik, melainkan komitmen teknis yang dapat diukur.

Ada tiga pilar yang harus berjalan bersamaan:

1. Desain adaptif dan tahan gempa,

2. Pengawasan mutu tiga lapis, dan

3. Sistem pemeliharaan pascakonstruksi.

Pertama, desain adaptif. Setiap bangunan harus melalui soil investigation sebelum desain dibuat. Kita tidak boleh lagi membangun sekolah dengan desain seragam untuk seluruh Aceh. Sekolah di Lhokseumawe tentu berbeda dengan di Simeulue. SNI 1726:2019 sudah mengatur ketahanan gempa; tinggal bagaimana kita disiplin menerapkannya.

Kedua, pengawasan mutu tiga lapis. Mulai dari self-check oleh kontraktor, supervision check mingguan, hingga independent audit bulanan. Jika sistem ini dijalankan konsisten, saya yakin tidak akan ada proyek yang mangkrak atau kualitasnya menurun.

Ketiga, pemeliharaan berkala. Banyak yang lupa bahwa bangunan sekolah tidak selesai setelah diresmikan. Harus ada jadwal inspeksi setiap enam bulan—mulai dari atap, dinding, hingga pondasi. Itu bagian dari sistem manajemen siklus hidup bangunan (lifecycle maintenance).

 

Agus

Menarik. Namun sering kali proyek mangkrak juga karena birokrasi lambat dan koordinasi antarinstansi yang lemah. Bagaimana Anda menilai hal ini?

 

IMH:

Benar. Struktur bisa kuat, tetapi sistem bisa rapuh.

Jika desain dan dokumen lelang disiapkan tergesa-gesa, maka konstruksi pun berjalan tanpa arah. Solusinya sederhana tetapi tegas: Detail Engineering Design (DED) dan RAB harus tuntas sebelum tahun anggaran berjalan. Jangan lagi “jalan dulu, gambar belakangan.”

Selain itu, koordinasi antara Dinas Pendidikan dan Dinas PUPR harus diperjelas. Dinas Pendidikan memahami kebutuhan fungsional sekolah, sementara PUPR memahami aspek struktur dan mutu material. Jika dua entitas ini tidak duduk bersama sejak awal, proyek pasti timpang: bangunan mungkin selesai, tetapi tidak sesuai kebutuhan pengguna.

 

Agus

Sebagai akademisi senior, apa rekomendasi konkret Anda agar program revitalisasi ini benar-benar menjadi contoh nasional?

 

IMH:

Saya akan bicara praktis.

Pertama, mulailah dari data, bukan perkiraan. Lakukan audit teknis terhadap sekolah-sekolah eksisting: uji tanah, uji beton, dan uji struktur. Data inilah yang menentukan langkah revitalisasi, bukan sekadar insting.

Kedua, gunakan teknologi sederhana tetapi efektif, misalnya Building Information Modeling (BIM) versi ringan untuk memantau progres konstruksi dan kualitas pekerjaan secara visual. Bahkan dengan laptop sederhana pun bisa dilakukan.

Ketiga, libatkan masyarakat sekitar sekolah sebagai pengawas sosial. Mereka dapat melaporkan progres dan kondisi bangunan melalui aplikasi berbasis foto. Ini bukan hanya soal transparansi, tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki.

Keempat, sediakan dana pemeliharaan. Saya sering mengatakan kepada pejabat daerah: bangunan tanpa rencana perawatan ibarat tubuh tanpa imun. Idealnya, tiga persen dari total biaya proyek dialokasikan untuk pemeliharaan tahun pertama.

 

Agus

Apakah sudah ada contoh di Aceh yang berhasil menerapkan prinsip-prinsip tersebut?

 

IMH:

Ada beberapa contoh menarik, salah satunya di Aceh Besar. Sekolah-sekolah yang dibangun dengan desain modular berbasis tanah lokal serta melibatkan universitas sebagai pengawas teknis terbukti lebih awet.

Strukturnya kuat, ventilasi alami berfungsi baik, dan biaya pemeliharaan menurun hingga 40 persen.

Artinya, ketika sains dan tata kelola berjalan beriringan, hasilnya nyata.

 

Agus

Terakhir, jika Anda dapat menyampaikan pesan langsung kepada para pelaksana di lapangan—kontraktor, konsultan, hingga pengawas—apa yang ingin Anda sampaikan?

 

IMH:

Saya hanya ingin mengingatkan: revitalisasi sekolah bukan proyek beton, melainkan proyek peradaban. Anak-anak Aceh akan belajar di dalam bangunan yang Anda cor hari ini.

Kalau tiang Anda bengkok, maka masa depan mereka ikut bengkok.

Maka, lakukan pekerjaan ini bukan sekadar mengejar waktu, tetapi menegakkan mutu.

Dan bagi pemerintah, jika ingin memastikan revitalisasi sekolah di Aceh tidak lagi mangkrak, pastikan setiap tahapnya berbasis ilmu, data, dan tanggung jawab profesional.

Bukan hanya selesai dibangun, tetapi juga bertahan, aman, dan membanggakan.

Itulah makna sejati dari pembangunan yang berkelanjutan.

 

Agus:

Sebuah pesan yang menggugah. Terima kasih, Semoga arahan teknis dan semangat profesionalisme yang Anda tekankan benar-benar menjadi napas baru bagi pembangunan pendidikan di Aceh

 

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update