Notification

×

Ketika Jasad Hadir Tanpa Ruh Guru

Jumat, 07 November 2025 | 08.47 WIB Last Updated 2025-11-07T01:47:13Z


Oleh : Pujiono
Mudir PonpesMu Manafiul Ulum Sambi Boyolali



BOYOLALI - Ada masa di mana seorang guru hadir di sekolah, tetapi sejatinya hanya jasadnya yang datang. Ia memang menunaikan tugas, hadir sesuai jadwal, mencatat kehadiran, dan mengajar sekadar menggugurkan kewajiban. Namun ruh keguruan—semangat, kepedulian, dan cita—telah pergi entah ke mana.


Guru semacam ini tidak lagi memancarkan energi kehidupan di sekolahnya. Ia tidak peduli apakah muridnya berkembang atau tidak, apakah sekolahnya maju atau tertinggal, apakah lembaganya bertumbuh atau perlahan sekarat. Semua terasa datar, hambar, tanpa ruh perjuangan.


Lebih menyedihkan lagi, ada pula yang tidak peduli pada perkembangan sekolah karena sudah merasa nyaman dengan pekerjaan sampingan. Ada yang menjadi juragan les, berdagang, atau makelar; sehingga profesi guru hanya dijadikan status formal saja. Datang sekadar memenuhi absensi, bukan menunaikan amanah dakwah pendidikan. Ruhnya tersandera oleh kenyamanan duniawi, lupa bahwa panggilan guru adalah panggilan jiwa, bukan sekadar pekerjaan.


Padahal, bagi sekolah swasta—terlebih sekolah Islam dan Muhammadiyah—murid adalah nyawa. Tanpa murid, sekolah kehilangan denyut kehidupan. Maka setiap guru semestinya ikut bergerak mencari murid, menyapa masyarakat, menanamkan kepercayaan, dan menegakkan marwah sekolahnya. Sebab guru bukan hanya pengajar di kelas, tetapi juga pejuang peradaban dan duta lembaga.


Namun ketika datang hanya untuk “menunaikan jadwal”, bukan menunaikan misi dakwah pendidikan, seneng keluar berkegiatan, enggan ngajar, apalagi cari siswa mikir kemajuan lembaga, maka lambat laun sekolah itu akan berjalan tersendat. Orang-orangnya sibuk cari aman, tidak mau repot, tidak mau berinovasi. Dan lambat tapi pasti, sekolah seperti itu akan tertinggal dalam lomba kehidupan.


Pesan Prof. Malik Fadjar terasa kian menggema:


“Jangan sampai Amal Usaha Muhammadiyah hanya besar di bangunannya yang megah, tetapi sunyi seperti kuburan Cina—megah, luas, tapi sepi tanpa kehidupan.”


Kalimat itu seperti cermin bagi kita. Gedung boleh tinggi, tetapi ruh gerakan harus hidup. Suara jangkrik jangan sampai lebih nyaring daripada semangat guru dan murid di dalamnya.


Mari kita hidupkan kembali ruh keguruan. Datanglah ke sekolah bukan hanya membawa jasad, tetapi juga membawa semangat, cinta, dan kepedulian. Karena dari sanalah lahir perubahan, dan dari gurulah kehidupan sekolah menemukan maknanya.


 “Sekolah tidak butuh guru yang sekadar datang, tapi guru yang membawa cahaya.”


Apakah engkau datang membawa cahaya hari ini? Jawabnya ada hati masing-masing.



Materi Pembinaan Di MIM & Mts.Muh Demangan Sambi, 6 November 2025



 

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update