Dok. foto Penulis : Cut Wina Delviani
Setiap hari, tempat ini dipadati oleh aktivitas bongkar muat ikan, transaksi jual beli, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hasil laut. Tidak bisa dipungkiri, denyut ekonomi masyarakat sekitar sangat bergantung pada keberadaan TPI ini.
Namun di balik geliat ekonomi tersebut, ada masalah serius yang tidak boleh lagi diabaikan: sampah liar.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, limbah organik, plastik, hingga sisa hasil perikanan yang dibuang sembarangan, tidak hanya membuat lingkungan di sekitar TPI Lampulo tampak kumuh dan tidak sedap dipandang, tetapi juga membawa dampak besar terhadap kesehatan masyarakat dan kelangsungan ekosistem laut.
Bau busuk yang timbul dari tumpukan sampah kerap membuat aktivitas di kawasan tersebut tidak nyaman. Belum lagi, sampah-sampah plastik yang hanyut ke laut berpotensi merusak biota laut, membunuh ikan, bahkan secara perlahan mengancam sumber penghidupan nelayan.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, hasil tangkapan ikan bisa menurun drastis. Air laut yang tercemar akan membuat ekosistem laut terganggu, sehingga tidak hanya nelayan, tetapi juga seluruh masyarakat yang bergantung pada sektor perikanan akan merasakan dampaknya.
Selain itu, citra TPI Lampulo juga menjadi buruk. Kawasan yang seharusnya bisa menjadi ikon perdagangan hasil laut dan menarik investor maupun wisatawan malah dikenal sebagai tempat yang kotor dan bau. Padahal, jika dikelola dengan baik, TPI Lampulo punya potensi besar untuk tumbuh menjadi sentra ekonomi maritim yang membanggakan.
Lalu, apa sebenarnya yang salah? Persoalan utama bukan hanya terletak pada kurangnya fasilitas kebersihan atau penanganan sampah yang belum optimal. Lebih dalam lagi, ini soal kesadaran masyarakat yang masih rendah.
Banyak orang masih menganggap membuang sampah sembarangan sebagai sesuatu yang wajar. Padahal, membiarkan sampah menumpuk sama saja dengan mengundang berbagai penyakit, mencemari laut, dan memperburuk kualitas hidup kita sendiri. Di sisi lain, aturan tentang pengelolaan sampah yang sudah ada pun belum ditegakkan dengan sungguh-sungguh. Kurangnya pengawasan dan sanksi tegas membuat pelanggaran dibiarkan berulang tanpa efek jera.
Sebenarnya, pemerintah sudah mengatur soal penanganan sampah ini. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sudah dijelaskan pentingnya pengelolaan sampah dari sumbernya, termasuk upaya mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah.
Pemerintah ingin mendorong masyarakat untuk tidak hanya membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga berpikir ulang sebelum menghasilkan sampah. Selain itu, melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah menginginkan adanya sistem pengelolaan sampah yang terpadu dan berkelanjutan.
Ini termasuk penyediaan fasilitas pengelolaan sampah, melibatkan masyarakat dalam kegiatan kebersihan, serta memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan.
Namun, semua upaya ini tidak akan berhasil kalau hanya datang dari satu arah. Pemerintah bisa saja membuat seribu aturan, tapi kalau masyarakat tidak merasa bertanggung jawab, masalah tidak akan selesai. Kesadaran kolektif harus dibangun.
Masyarakat perlu mengubah cara pandangnya terhadap sampah, dari sekadar masalah yang harus disingkirkan menjadi peluang yang bisa dikelola. Sisa hasil perikanan, misalnya, bisa diolah menjadi pupuk organik. Sampah plastik bisa didaur ulang menjadi barang-barang berguna. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk keperluan pertanian. Kalau dikelola dengan baik, sampah bahkan bisa membuka lapangan kerja baru.
Menjaga kebersihan lingkungan di TPI Lampulo adalah tanggung jawab bersama. Tidak bisa hanya diserahkan pada petugas kebersihan atau pemerintah daerah. Nelayan, pedagang, pengunjung, bahkan anak-anak sekalipun perlu diajarkan untuk peduli terhadap lingkungan. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya harus dibangun sejak dini.
Kegiatan edukasi, kampanye lingkungan, hingga aksi nyata di lapangan perlu digalakkan secara rutin, bukan hanya dalam bentuk seremonial sesaat.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan aturan.
Tidak boleh ada toleransi bagi yang dengan sengaja membuang sampah sembarangan. Sanksi administratif atau denda bisa menjadi salah satu cara untuk memberi efek jera. Di saat yang sama, fasilitas tempat pembuangan sampah sementara dan sistem pengangkutan sampah dari TPI harus diperbaiki. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa sampah yang dikumpulkan bisa segera diangkut ke tempat pengolahan, sehingga tidak menumpuk dan menimbulkan masalah baru.
Kalau semua pihak bisa bekerja sama, bukan tidak mungkin TPI Lampulo akan menjadi tempat yang bersih, nyaman, dan membanggakan. Bayangkan suasana TPI yang bersih, udara yang segar, laut yang tetap kaya dengan hasil tangkapan, dan masyarakat yang sejahtera karena lingkungan mendukung ekonomi mereka. Tidak ada lagi bau menyengat yang mengganggu, tidak ada lagi pemandangan sampah yang merusak mata. Semua ini mungkin terwujud kalau kita mau bergerak bersama.
Sampah liar di TPI Lampulo bukan hanya soal ketidaknyamanan sehari-hari. Ini adalah persoalan serius yang menyangkut kesehatan, ekonomi, dan masa depan kita. Seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya, menjaga kebersihan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita semua.
Kita semua harus sadar bahwa lingkungan yang kita rawat hari ini adalah warisan berharga untuk anak cucu kita nanti. Karena itu, mari kita mulai dari hal kecil: jangan buang sampah sembarangan, peduli dengan lingkungan sekitar, dan terus dorong perubahan positif di komunitas kita.
Jika kita semua bergerak, TPI Lampulo bukan hanya sekadar tempat jual beli ikan, tapi juga akan menjadi simbol kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup berdampingan dengan alam secara harmonis.
Karena itu, langkah konkret perlu segera diambil. Pemerintah daerah Banda Aceh bersama pengelola TPI Lampulo harus memperbaiki sistem manajemen sampah yang ada. Tidak cukup hanya menyiapkan tempat sampah di beberapa titik, tetapi juga harus ada sistem pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan sampah yang berjalan setiap hari.
Petugas kebersihan harus ditambah, dan jam operasional pengangkutan sampah harus disesuaikan dengan aktivitas puncak di TPI, sehingga sampah tidak sempat menumpuk terlalu lama dan mengganggu kenyamanan.
Di sisi lain, penting juga melibatkan masyarakat secara langsung dalam program-program lingkungan. Bukan sekadar mengimbau, tapi benar-benar melibatkan mereka dalam kegiatan nyata. Misalnya, membuat kelompok sadar lingkungan di sekitar TPI yang rutin melakukan aksi bersih-bersih, atau membentuk komunitas daur ulang yang dikelola oleh warga lokal.
Dengan begitu, masyarakat merasa memiliki tanggung jawab dan ikut menjaga keberlanjutan lingkungan mereka sendiri. Edukasi tentang pengelolaan sampah bisa dikemas dalam bentuk yang menarik, misalnya lomba kampung bersih, pelatihan daur ulang, atau program tukar sampah dengan sembako. Semakin banyak kegiatan positif yang melibatkan warga, semakin tinggi pula kesadaran kolektif yang terbentuk.
Sementara itu, dari sisi regulasi, penegakan hukum harus mulai diberlakukan secara tegas. Tidak boleh ada lagi sikap setengah hati. Peraturan Daerah Kota Banda Aceh tentang kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup harus benar-benar ditegakkan.
Setiap pelanggaran pembuangan sampah sembarangan harus ditindak dengan sanksi yang jelas, apakah itu berupa denda administratif atau sanksi sosial. Tujuannya bukan untuk menghukum semata, tetapi untuk mendidik masyarakat agar lebih disiplin dan sadar akan pentingnya menjaga lingkungan bersama.
Bicara soal aturan, perlu diingat bahwa dasar hukum pengelolaan sampah di Indonesia sudah cukup kuat. Selain Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, ada juga Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur tentang prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, tanggung jawab produsen, dan kewajiban pemerintah daerah. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Artinya, negara ini sebenarnya sudah menyiapkan landasan hukum yang cukup untuk menangani persoalan sampah, tinggal bagaimana kita menerapkannya secara serius di lapangan.
Kalau semua ini dijalankan dengan konsisten, bukan cuma kebersihan TPI Lampulo yang akan membaik, tapi juga kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Udara menjadi lebih segar, air laut lebih bersih, ikan-ikan tetap melimpah, dan kesehatan masyarakat pun terjaga. Ini akan berimbas langsung pada sektor ekonomi, karena kawasan yang bersih dan nyaman tentu akan lebih menarik bagi pembeli, investor, bahkan wisatawan.
Nama Lampulo bisa kembali harum, bukan hanya karena hasil ikannya, tetapi juga karena komitmennya menjaga lingkungan.
Lebih jauh lagi, perubahan pola pikir ini harus terus diwariskan ke generasi berikutnya. Anak-anak muda di sekitar TPI harus diberi pemahaman sejak dini tentang pentingnya menjaga kebersihan dan mengelola sampah dengan benar.
Pendidikan lingkungan hidup bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah atau dijadikan tema dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Semakin dini kesadaran itu dibentuk, semakin kuat fondasi perubahan yang akan terjadi.
Masalah sampah liar di TPI Lampulo memang sudah berlangsung cukup lama,namun bukan berarti tidak bisa diatasi.
Dengan niat yang kuat, langkah nyata yang konsisten, serta keterlibatan semua pihak, masalah ini bisa perlahan diselesaikan. Perlu diingat bahwa lingkungan adalah cermin peradaban suatu bangsa. Jika kita mampu menjaga kebersihan dan kelestarian alam kita, itu adalah tanda bahwa kita adalah masyarakat yang maju, peduli, dan bertanggung jawab.
Tidak ada kata terlambat untuk berubah. TPI Lampulo masih memiliki peluang besar untuk memperbaiki diri dan menjadi contoh positif bagi daerah pesisir lainnya. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah komitmen bersama, ketegasan dalam bertindak, dan kesabaran dalam mendidik masyarakat. Setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan membawa perubahan besar di masa depan. Mari kita mulai dari diri sendiri, dari sekarang, dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Karena perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil yang konsisten.
Penulis :
Nama : Cut Wina Delviani
Kuliah : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Fakultas : Ilmu Sosial & Pemerintahan Jurusan : Ilmu Admnistrasi Negara
Asal : Gampong Meurandeh Suak
Kecamatan : Senagan Timur
Kabupaten : Nagan Raya