Pemajuan Pendidikan Aceh Harus Berlandaskan UUPA
BANDA ACEH - Pasca penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki tahun 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), serta lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), menjadi landasan hukum dan historis yang unik dalam pemajuan pendidikan di Aceh, dengan demikian Aceh memperoleh kewenangan luas dalam mengatur dan mengurus sektor pendidikan. Kedua instrumen ini menjadi pijakan bagi pembangunan sistem pendidikan yang berakar pada nilai-nilai ke-Islaman, ke-Acehan, dan ke-Indonesiaan.
Sebagai
Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PWM Aceh, saya memandang bahwa implementasi
visi pendidikan Aceh harus berpijak pada semangat rekonsiliasi, keadilan, dan pemajuan
pembangunan manusia seutuhnya, sebagaimana diamanatkan oleh kedua dokumen
tersebut, demikian disampaikan Iskandar Muda Hasibuan Ketua Majelis Dikdasmen
dan PNF PWM Aceh disela-sela acara Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam,
Koding AI, dan Pengutan Pendidikan Karakter bagi 100 Guru Muhammadiyah di
Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh yang berlangsung dari tanggal 28 Oktober s/d 2
Nopember 2025.
Menurut
Iskandar Hasibuan, MoU Helsinki menegaskan pentingnya penghormatan terhadap
identitas dan kekhususan Aceh, sementara UUPA memberikan dasar yuridis bagi
pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam dan kearifan lokal.
Oleh karena itu, pendidikan Aceh perlu dikembangkan berdasarkan tiga prinsip utama
sebagai Landasan Filosofis Pemajuan Pendidikan Aceh yaitu:
Pertama,
Pendidikan berbasis nilai-nilai Islami dan budaya Aceh. Pendidikan tidak hanya
membentuk intelektualitas, tetapi juga karakter dan akhlak mulia sesuai dengan
nilai-nilai Islam yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Aceh.
Kedua,
Pendidikan yang berkeadilan dan inklusif, Aceh yang pernah mengalami konflik
panjang memerlukan pendekatan pendidikan yang mampu merajut kembali kohesi
sosial dan menjamin akses setara bagi semua, termasuk korban konflik dan
kelompok marginal.
Ketiga,
Pendidikan yang berorientasi pada perdamaian dan pembangunan berkelanjutan. Nilai
perdamaian dalam MoU Helsinki harus ditanamkan melalui kurikulum, pembelajaran,
dan budaya sekolah.
Strategi Pemajuan Pendidikan di Aceh harus
dirumuskan berdasarkan amanat UUPA
Pasal 215–223 yang memberikan kewenangan khusus kepada Pemerintah Aceh dalam
mengelola pendidikan, termasuk dalam penyusunan kurikulum yang memuat muatan
lokal. Berdasarkan amanat tersebut, arah kebijakan pendidikan Aceh dapat
difokuskan kepada Desentralisasi kebijakan pendidikan secara substantif dalam
arti Pemerintah Aceh perlu memperkuat Dinas Pendidikan Aceh sebagai lembaga
yang benar-benar mandiri dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan
pendidikan sesuai konteks daerah.
Kedua, Integrasi kurikulum khas Aceh. Artinya Kurikulum Aceh perlu menanamkan
nilai-nilai sejarah perjuangan, adat istiadat, dan identitas keacehan dalam
kerangka NKRI, agar peserta didik memiliki rasa bangga dan tanggung jawab
terhadap daerahnya. Ketiga Peningkatan kualitas tenaga pendidik, Program
sertifikasi, beasiswa studi lanjut, dan pelatihan berkelanjutan perlu diperkuat
dengan pendekatan kearifan lokal serta kolaborasi dengan universitas di dalam
dan luar negeri.
Terakhir Revitalisasi
lembaga pendidikan dayah, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, dayah
harus diperkuat perannya agar mampu beradaptasi dengan tantangan zaman tanpa
kehilangan identitasnya.
Lebih
Lanjut, Ketua Majelis Dikdasmen PWM Aceh yang mendalami Komunikasi Politik
mengingatkan bahwa Pendidikan sebagai
Pilar Perdamaian dan Kemandirian sebagai semangat MoU Helsinki, pendidikan di
Aceh harus menjadi sarana rekonsiliasi dan pembangunan damai.
Sekolah
perlu menjadi ruang inklusif tempat nilai toleransi, keadilan, dan demokrasi
tumbuh. Selain itu, pendidikan vokasi dan kewirausahaan perlu dikembangkan
untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat Aceh pasca-konflik. Hasibuan
juga memberikan rekomendasi kebijakan dalam pemajuan Pendidikan di Aceh antara
lain : pertama menyusun Grand Design Pendidikan Aceh berbasis UUPA dan
MoU Helsinki sebagai arah pembangunan jangka panjang.
Kedua,
Mendorong kerja sama antara Pemerintah Aceh, perguruan tinggi, dan lembaga
internasional dalam riset pendidikan. Ketiga, Membangun Aceh
Education Council sebagai lembaga strategis yang mengintegrasikan
nilai-nilai Islam, adat, dan modernitas dalam kebijakan pendidikan. Keempat, Memperkuat
literasi digital dan riset pendidikan berbasis masyarakat untuk menjawab
tantangan global.
Pemajuan
pendidikan Aceh bukan semata urusan administratif, tetapi juga proses
pembentukan manusia Aceh yang cerdas, berkarakter, dan berdaya saing global.
Dengan berpegang pada UUPA dan MoU Helsinki, Aceh memiliki landasan kokoh untuk
membangun sistem pendidikan yang adil, beradab, dan berkelanjutan dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia demikian disampaikan Iskandar Hasibuan.
