Dok. Foto Penulis : Afrizal Refo, MA
GEMARNEWS COM, OPINI - Peringatan 1 Muharram bukan sekadar awal tahun baru Islam, tetapi juga momen monumental dalam sejarah Islam yang mengingatkan kita akan nilai perjuangan, pengorbanan, dan transformasi yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat. Maka, semangat hijrah harus terus dihidupkan dalam berbagai aspek kehidupan spiritual, sosial, ekonomi, bahkan politik secara beretika dan sesuai syariat.
Hijrah bukan sekadar berpindah secara fisik. Lebih dari itu, hijrah adalah perpindahan dari satu kondisi menuju kondisi yang lebih baik, dari kegelapan menuju cahaya, dari keburukan menuju kebaikan. Sejarah mencatat peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai tonggak penting peradaban Islam. Namun dalam konteks kehidupan modern, hijrah harus dimaknai lebih luas: sebagai perubahan menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan manusia baik spiritual, ekonomi, sosial, maupun politik.
Hijrah adalah panggilan untuk memperbaiki diri dan lingkungan. Ia merupakan wujud nyata kesadaran bahwa manusia tidak boleh stagnan, tidak boleh terjebak dalam pola hidup yang jauh dari nilai-nilai ilahiah. Dalam konteks hari ini, umat Islam ditantang untuk melaksanakan hijrah tidak hanya dalam hal ibadah dan akhlak, tetapi juga dalam hal ekonomi dan politik secara bermartabat.
Salah satu bentuk hijrah yang sangat relevan saat ini adalah hijrah dalam bidang ekonomi. Banyak orang terjebak dalam sistem ekonomi konvensional yang berlandaskan riba, spekulasi, dan eksploitasi. Padahal Islam sangat menentang riba dan segala bentuk ketidakadilan ekonomi. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 275 disebutkan:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Oleh karena itu, hijrah ekonomi adalah sebuah keniscayaan. Ia merupakan langkah meninggalkan sistem yang merugikan dan menuju sistem ekonomi yang berkeadilan, berintegritas, dan memberdayakan. Hijrah ekonomi bukan berarti seseorang harus langsung menjadi kaya atau sukses besar, tetapi memiliki niat dan upaya untuk menjauh dari riba, korupsi, penipuan, dan praktik bisnis yang merusak masyarakat.
Hijrah ekonomi dapat dimulai dari hal-hal sederhana: berpindah dari bank konvensional ke lembaga keuangan syariah, menghindari utang konsumtif, memilih produk halal dan tayyib, hingga membangun usaha mandiri yang membawa manfaat bagi masyarakat. Dalam konteks ini, hijrah ekonomi bukan hanya untuk pribadi, tetapi juga upaya kolektif menciptakan kemandirian umat.
Umat Islam harus membangun ekosistem ekonomi yang kuat dan beretika—dengan semangat berbagi, zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai landasan spiritualnya. Inilah esensi hijrah ekonomi: membangun kesejahteraan dengan keberkahan, bukan sekadar keuntungan duniawi.
Selain hijrah spiritual dan ekonomi, dimensi penting lain dari hijrah adalah hijrah politik. Dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, umat Islam tidak boleh apatis terhadap politik. Namun, Islam juga tidak membenarkan upaya meraih kekuasaan dengan cara yang haram, manipulatif, atau destruktif. Politik dalam Islam adalah alat untuk menegakkan keadilan, melayani masyarakat, dan menyebarkan kebaikan.
Hijrah politik berarti meninggalkan cara-cara kotor dalam berpolitik: kampanye hitam, politik uang, fitnah, korupsi kekuasaan, dan eksploitasi rakyat. Hijrah politik juga berarti menumbuhkan kesadaran bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Umat Islam harus berani terjun ke dunia politik dengan menjunjung tinggi etika Islam. Pemimpin dalam Islam adalah pelayan umat, bukan penguasa yang rakus. Oleh karena itu, hijrah politik harus dilakukan dengan cara yang sah dan halal, melalui jalan demokratis dan konstitusional, bukan makar, kudeta, atau kekerasan. Rasulullah SAW sendiri tidak merebut kekuasaan Makkah secara paksa, melainkan melalui strategi damai, negosiasi, dan penaklukan hati.
Dalam sejarah Islam, kepemimpinan sejati tidak lahir dari ambisi pribadi, tetapi dari kepercayaan umat karena akhlak, keilmuan, dan keberpihakannya pada keadilan. Maka, hijrah politik berarti mengembalikan makna kekuasaan sebagai alat untuk melayani dan mengangkat martabat manusia.
Hijrah: Jalan Menuju Perubahan Komprehensif
Dengan demikian, hijrah bukan hanya soal meninggalkan kemaksiatan secara individu, tetapi juga upaya bersama membangun sistem kehidupan yang lebih baik. Umat Islam dituntut untuk terus berhijrah dalam segala aspek kehidupannya. Dari budaya konsumtif ke budaya produktif. Dari masyarakat pasif ke masyarakat aktif. Dari ketidakadilan ke keadilan. Dari sistem ekonomi yang menindas ke sistem ekonomi yang mensejahterakan. Dari politik yang kotor ke politik yang bermoral.
Hijrah juga berarti memerdekakan diri dari belenggu ketergantungan, baik secara ekonomi maupun politik. Menjadi umat yang mandiri, berdaulat, dan bermartabat adalah bagian dari cita-cita hijrah yang hakiki. Hijrah harus dibarengi dengan ilmu, akhlak, dan keberanian mengambil keputusan yang benar walau berat.
Tantangan dan Harapan
Hijrah dalam bidang ekonomi dan politik tentu tidaklah mudah. Banyak tantangan, hambatan, dan godaan. Namun, Allah tidak melihat hasil semata, tetapi niat dan usaha. Selama seseorang terus berupaya memperbaiki diri dan sistem di sekitarnya, maka ia sedang berada di jalan hijrah. Dalam Surah An-Nisa ayat 100, Allah SWT berfirman:
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…”
Ayat ini mengajarkan bahwa siapa pun yang berhijrah karena Allah, akan diberikan jalan keluar dan rezeki yang tidak terduga. Maka jangan ragu untuk memulai hijrah, walau perlahan.
Penutup: Hijrah adalah Spirit Perubahan dan Pembaruan
Hijrah adalah kunci kebangkitan umat. Ia bukan sekadar mengenakan simbol-simbol keagamaan, tetapi transformasi menyeluruh dalam pikiran, tindakan, dan struktur sosial. Hijrah ekonomi dan politik adalah bentuk nyata bagaimana ajaran Islam merespons tantangan zaman dengan solusi yang adil, bermoral, dan visioner.
Sudah saatnya umat Islam dengan momentum peringatan Tahun Baru Islam ini agar dapat memaknai hijrah sebagai langkah aktif membangun peradaban. Hijrah adalah panggilan untuk berbuat, bukan hanya bermimpi. Hijrah adalah upaya membangun dunia yang lebih baik, dengan tetap menjaga nilai-nilai spiritual sebagai kompas utama. Dan yang terpenting: hijrah adalah bukti cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan menjalankan kehidupan yang seimbang antara iman, amal, dan tanggung jawab sosial.
Hijrah adalah jalan perubahan, dan perubahan sejati hanya akan lahir dari hati yang tulus dan pikiran yang tercerahkan.
Penulis : Sekretaris Dewan Dakwah Kota Langsa
Wakil Ketua Parmusi Kota Langsa
Dosen PAI IAIN Langsa
Ketua DPD LSM JARA Kota Langsa